Tidak jauh dari tempat tinggalku, ada seorang bapak yang sudah cukup berumur kira-kira usianya 55 tahun, Pak Hamdi namanya. Beliau tinggak sendirian mengontrak sedangkan istri dan anaknya berada di kampung.
Pada suatu hari Sabtu, aku melihat Pak Hami sedang berada diluar rumah, hanya memakai celana pendek. Bergelora birahiku melihat keelokan tubuh bagian atas Pak Hamdi; apalagi bagian bawahnya ya (pikirku dalam hati), sudah lama aku mengidamkan ingin melihat dan "melahap" senjata dari Pak Hamdi.
"Selamat pagi, Pak" sapaku.
"Pagi juga, Dik Didi" balas Pak Hamdi.
Mendengar suaranya saja, jantungku langsung deg-deg seeerrr.
"Mari masuk....silahkan." ajakan Pak Hamdi kepadaku.
Setiba di dalam rumahnya, Pak Hamdi duduk dan kemudian mempersilahkan aku duduk.
"Tumben maen ke rumah bapak, ada apa ?" tanya Pak Hamdi.
Dengan memberanikan diri, aku menghampiri Pak Hamdi.
"Ehhh....anu....Pak." sahutku dengan gugup.
"Kenapa gugup begitu....bicara saja." kata Pak Hamdi.
"Ah gak apa-apa kok, Pak." sahutku agak terbata-bata.
Kemudian Pak Hamdi berjalan ke arah dapur, nampaknya terlihat olehku bahwa Pak Hamdi tidak
memakai celana dalam. Diam-diam aku mengikutinya dari belakang.
"Tumben bapak tidak keluar rumah ?" tanyaku.
"Ah, lagi males aja." balas Pak Hamdi.
Aku sambil mencuri pandang melirik tonjolan dibalik celana Pak Hamdi; benar perkiraanku bahwa Pak Hamdi tidak memakai celana dalam.
Sambil Pak Hamdi menuangkan air untukku.
Diam-diam aku jongkok didepannya dan kuberanikan diri menjilat tojolan dibawah celananya.
"Eh sedang apa kamu." bentak Pak Hamdi.
Namun tidak aku hiraukan terus saja aku makin menggila menjilat dan kadang kuremas tonjolan itu.
"Ahhh......" kudengar desahan Pak Hamdi.
Langsung saja tidak buang waktu aku lorotkan saja celana Pak Hamdi.
![]() |
Pak Hamdi |
"Aaahhhh.....enaa....kkkk". desah Pak Hamdi.
"Aagak keras isepnya." pinta Pak Hamdi.
Kuarahkan tangan Pak Hamdi untuk memegang kepalaku dan membuat gerakan keluar-masuk dengan agak sedikit kecang.
"Ahhhh....oohhh......" desah Pak Hamdi kerasnya.
Terus kulahap penisnya dengan kukulum dan sesekali kukocok dengan lembut dengan tanganku.
Begitu gurih precum yang keluar dari lubang pipis begitu derasnya precum yang keluar.
"Oohhh.......udah mao keluar nih...bapak gak nahan lagi." kata Pak Hamdi.
Makin kupercepat gerakanku dan......Aaaahhhh.....crottt....crootttt..........
Kulahap habis air mani yang keluar.
BAGIAN 2
Hari ini aku hendak menghampiri Pak Hamdi. Setiba dirumahnya……….
“Pak Hamdi.” panggilku dari luar rumah.
Ternyata pintu pagarnya tidak terkunci, akhirnya aku masuk ke teras dan kucoba buka pintu dan ternyata pintunya pun tidak terkunci. Akhirnya aku masuk ke dalam rumahnya dan kupanggil…….
“Pak Hamdi.” panggilku untuk kedua kalinya.
“Ya, bapak disini, Dik.” sahut seorang laki-laki yang kundengar suara itu berasal dari dalam kamar. Ku hampiri kamar yang agak terbuka pintunya dan ketika kubuka pintunya.
“Eh, Dik……sini masuk.” sapa lelaki itu (yang ternyata Pak Hamdi).
Kulihat Pak Hamdi sedang berbaring di ranjang sambil memainkan “senjata”nya.
“Sedang apa, Pak ?” tanyaku.
“Ini sedang memanjakan “piaraan” maklum khan bapak sendirian.” Jawab Pak Hamdi.
“Mau aku bantu gak…..” aku menawarkan bantuan.
“Ya mau aja.” timpal Pak Hamdi dengan cepat.
Lalu kuhampiri Pak Hamdi dan kupegang batang kemaluannya dan kukocok dengan perlahan.
“Aaaahhh……” desah Pak Hamdi sambil memejamkan matanya.
Kudekatkan mulutku ke kepala penisnya dan kujilat dari kepala, batang hingga semuanya masuk ke dalam mulutku. Dengan gerakan naik turun kukulum batang kemaluan Pak Hamdi.
”Aaahhh…..oooohhh…..enak banget, Dik.” rintih Pak Hamdi.
Kadang kupercepat kadang kuperlambat kulumanku terhadap penis Pak Hamdi. Sambil tanganku memilin puttingnya.
“Ooaahhhh……aaahhhh….oohhhhhhh…….” desah Pak Hamdi.
Kira-kira setengah jam, aku me-“mainkan” batang kemaluan Pak Hamdi.
“Buka celanamu dong.” pinta Pak Hamdi.
Lalu kubuka kaos dan celanaku serta celana dalamku. Dan juga Pak Hamdi melepaskan kaos singletnya, sehingga saat ini kami berdua tanpa ditutupi oleh selembar benang pun.
Pak Hamdi menyuruhku berbaring dan pahaku dibentangkan, lalu menyuruhku mengangkat sedikit pantatku.
“Wah, lubang pantatmu bagus, warnanya masih merah muda.” kata Pak Hamdi.
Aku hanya terdiam, menunggu sambil bertanya dalam hati: “Mau diapakan lubang anusku ?”
Diciumnya lubang anusku, geli karena kumis Pak Hamdi menyentuh kulit sekitar lubang anusku. Kemudian di jilatnya lubang anusku…..
”Ahhhh……” desahku.
Dengan lembut Pak Hamdi menjilat lubang pantatku dan sesekali diciumnya.
Sungguh nikmat belum pernah aku merasakan seperti ini. Sesekali lubang pantatku dimasukkan jari Pak Hamdi.
“Aahhhh……..sakit, Pak.” rintihku.
“Maaf…….abis lubang pantatmu napsuin sih.” balas Pak Hamdi.
Masih dijilatnya lubang pantatku dan sesekali jari Pak Hamdi dikeluar masukin di lubang anusku. Pertama satu jari dimasukkin kemudian dua jari yaitu jari telunjuk dan jari tengah.
“Aaaahhhh…….” melayang aku dibuatnya.
Terus Pak Hamdi meludahi lubang anusku maupun jari-jarinya supaya aku tidak merasa sakit. Cukup lama lubang anusku menjadi bilan-bulanan Pak Hamdi. Sekarang batang kemaluanku dipegangnya dan dikocoknya, lidah Pak Hamdi tetap asyik menjilat lubang panusku.
“Oohhhh…….aaaaahhhhhhh……..” desahku saat Pak Hamdi mengocok dengan cepat penisku dan menyedot kuat-kuat lubang anusku.
Sesekali aku melirik ke Pak Hamdi, kadang kami amprokan bertatap mata dan kami sambil tersenyum. Sesekali kujambak rambut Pak Hamdi yang sudah agak memutih. Sekarang penisku dikulumnya…..Oh sunggih nikmat sekali kuluman Pak Hamdi.
“Aahhhh…..Pak…….enak banget……agak cepat, Pak” pintaku.
Pak Hamdi mempercepat gerakan naik turun terhadap penisku. Aku hanya bisa merintih dan mendesah……sungguh mahir dan sudah berpengalaman. Sambil menghisap penisku, Pak Hamdi menyodorkan penisnya ke mulutku; sekarang kami dalam posisi enam-sembilan.
Kami berdua saling berbalasan dan sesekali aku memasukkan dua jari ku kelubang anus Pak Hamdi demikian juga Pak Hamdi melakukannya kepadaku. Pak Hamdi kadang membuat gerakan sedang menyodomi mulutku sambil menekan kedua pahaku. Begitu banyak precum yang keluar dari penis Pak Hamdi. Tiba-tiba……..
“Aarrrhhh…….aaahhhhhhh………Bapak mau keluar.” teriak Pak Hamdi.
Tak lama selang itu…….crott…….crooottt…….crrooooottttt…….Mulutku penuh dengan air mani Pak Hamdi namun Pak Hamdi masih terus memompa penisnya di dalam mulutku. Hampir tersedak aku karena begitu banyaknya peju dari Pak Hamdi. Sudah melemas penis Pak Hamdi namun kutekan pantatnya, aku ingin penisnya tetap berada di dalam multuku.
“Ngilu…….Dik.” kata Pak Hamdi.
Tidak kuhiraukan ucapan Pak Hamdi. Kukulum penisnya dengan sangat perlahan. Tidak ada air mani yang tersisa semuanya kutelan habis. Pak Hamdi masih saja mengulum penisku dan sesekali buah zakarku menjadi incarannya.
“Pak, Adit udah mau keluar nih…..” kataku ke Pak Hamdi.
Mendengar ucapanku Pak Hamdi malah mempercepat gerekan mengulum penisku dan……..
Crrroootttt…..crrootttttt………Ahhhh…..oohhhhh……….
Dijilatnya semua pejuku dengan begitu “lahap”nya; bagaikan orang yang kehausan di padang pasir yang mendapatkan sumber air…..demikian yang dilakukan Pak Hamdi melahap air maniku.
“Ooohhhh……..” aku hanya bisa mendesah.
Kemudian Pak Hamdi merebahkan tubuhnya di ranjang, aku menyusul dan kubaringkan kepalaku di dadanya sambil aku pegang penis Pak Hamdi yang sudah melemas dan mengecil. Lalu kami terlibat dalam pembicaraan tentang keluarga Pak Hamdi dan sesekali menyerempet soal seks. Sambil mendengar ceritanya, sesekali kucium dan kujilat putting Pak Hamdi. Nafas capek terdengar dari kami berdua. Sekitar 45 menit kami ngobrol dan saling tukar cerita, penis Pak Hamdi mulai tegak kembali. Kukocok perlahan penis itu dan sesekali kulumuri dengan ludahku. Terdengar desahan Pak Hamdi…………
“Ahhh………aaahhhhh…….”
Sesekali kulirik ke Pak Hamdi, ternyata beliau memejamkan mata, sambil mendesah kembali…
“Oohh………” desah Pak Hamdi.
Kuciumi putingnya, lalu menurun ke daerah perut kini mengarah ke daerah paling sensitive yaitu daerah kemaluannya, kuciumi buah zakar dan bulu-bulu jembut dari Pak Hamdi. Sudah keras kembali penis Pak Hamdi, kudekatkan mulutku dan kukulum penisnya dampai basah. Rambutku diremasnya dan Pak Hamdi menggerakkan pantatnya naik turun sambil kepalaku ditekannya sehingga penis Pak Hamdi yang cukup besar itu masuk semua ke dalam mulutku.
Pak Hamdi masih posisi terlentang; lalu aku berdiri dan ku duduki penis Pak Hamdi. Dan……bles……bless…….rasa sakit begitu penis Pak Hamdi menusuk lubang anusku. Namun aku tahan sehingga tidak diketahui Pak Hamdi bahwa aku sebenarnya merasa sakit. Kuludahi tanganku untuk melumasi penis dan lubang anusku. Namun lama kelamaan rasa sakit itu hilang yang ada malah kenikmatan.
Tangan Pak Hamdi memegang pinggangku mengikuti irama yang kubuat naik turun; sesekali tangan Pak Hamdi mengocok penisku yang juga sudah tegang kembali dan tangan yang satu memilin putingku.
Oohhh…..aaahhhhhh……..aoaooohhhhh……..kami saling sahut menyahut dalam desahan.
Kadang Pak Hamdi mengangkat pantatnya naik turun dengan gerakan yang cepat. Agak sulit juga aku mengimbanginya, namun dalam pikirku (“Masa aku yang masih muda kalah dengan yang tua.”). Cukup lama aku main “kuda-kudaan” diatas tubuhnya Pak Hamdi, sesekali kuremas dada Pak Hamdi karena kadang terasa sakit di lubang anusku. Kadang dicabut penisnya dari lubang pantatku kemudian dihujamnya kembali keras-keras ke lubang anusku, begitu seterusnya.
Dengan posisi kududuki penis Pak Hamdi, agak kucondongkan badanku ke belakang dan kupegang pergelangan kaku Pak Hamdi.
“Ahhhh………eeehhhhhh……” desah Pak Hamdi.
Terus Pak Hamdi memompa penisnya mencoblos lubang anusku. Kembali penisku dikocoknya, begitu liar Pak Hamdi menyodomi lubang anusku dan dengan kerasnya juga mengocok penisku. Walau sudah tua, kuakui Pak Hamdi masih begitu kuat; ibarat seperti kuda liar.
Terasa ada sesuatu yang mau keluar dari lubang kencingku………aaahhhh…..oooaaahhhhh…….
Crott……crroootttt…….crrooottttt………sperma kumuncrat mengenai wajah dan dada Pak Hamdi.
Disekanya pejuku yang mengenai wajahnya dengan tangan dan Pak Hamdi menjilat pejuku yang ada ditangannya. Jari tangannya terus mengocokku dan tangan yang belepotan dengan pejuku dijilatnya.
“Oohhh……..aahhhhh…..” desahku.
Posisiku masih main “kuda-kudaan”.
“AAahhhhh……..aaahhhhhh……..” teriak Pak Hamdi.
Dipegangnya pinggangku kuat-kuat dan Pak Hamdi mempercepat gerakan pantatnya. Aku tau dia sudah mau orgasme.
Dan……Aaahhhh……..croottt…….crroottttt………uffhhhh………desah dan teriak Pak Hamdi.
Dan aku langsung merebahkan diriku diatas badannya, tetapi penis Pak Hamdi masih di dalam anusku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar